Senin, 16 Juli 2012

Nikah Sirri, antara Negara Vs Agama, Benarkah?


Kata sirri berasal dari bahasa arab “sirrun” yang berarti rahasia, samar, atau sembunyi-sembunyi. Jadi nikah siri adalah nikah yang dirahasiakan atau secara sembunyi-sembunyi. Sedangkan menurut istilah adalah nikah yang sah menurut agama islam karena telah memenuhi syarat dan rukunnya nikah, tapi tidak sah menurut Negara karena pernikahan ini tanpa pencatatan di Kantor Urusan Agama (KUA). Adapun syarat dan rukun nikah yang sah menurut agama adalah; islamnya kedua mempelai, ijab qobul, wali, dua orang saksi dan mas kawin. Kelima hal tersebut merupakan harga mati yang tidak dapat ditawar. Karena andaikata kurang satu saja, maka pernikahan itu tidak bisa dianggap sah dalam pandangan islam. Nikah sirri muncul di Indonesia sejak diterbitkannya UU No.1 tahun 1974 yang mewajibkan orang islam untuk mendaftarkan pernikahan kepada Negara.

                        Kemudian, kenapa yang sah menurut agama malah dianggap melanggar Negara dan hukum? Bukankah kita Negara yang beragama, bukan Negara komunis. Tetapi kenapa hal ini bisa terjadi di sebuah Negara yang jumlah pemeluk islamnya terbesar di dunia? Inilah kontroversi tiada henti tentang nikah sirri. Orang yang kontra terhadap nikah sirri beralasan bahwa nikah sirri tidak ada manfaatnya bahkan cenderung merugikan pihak perempuan dan anak-anak. Karena jika sang suami telah menceraikan istrinya, ia dan anaknya tidak bisa menuntut tanggung jawab dari laki-laki atau ayah si anak. Padahal, jika dalam perkawinan sah ( tercatat di KUA ), perempuan dan anak bisa menggugat secara hukum. Inilah alasan kenapa pemerintah ingin menggarap RUU           ( Rancangan Undang-Undang ) tentang nikah sirri. Tujuannya tidak lain adalah untuk melindungi hak perempuan dan anak-anak, padahal kalau memang tujuannya seperti itu seharusnya pemerintah justru lebih memperhatikan masalah prostitusi dan kawin kontrak ( kawin mut’ah ) karena hal itu sungguh melecehkan hak perempuan.

                        Pada masyarakat kita dewasa ini nikah sirri seakan menjadi pilihan alternatif. Dari mulai perkotaan sampai pedesaan banyak terjadi kasus seperti ini. Pelakunya pun bervariasi dari mulai pejabat Negara sampai pengangguran, alasan mereka bermacam-macam dari yang ingin poligami tapi istri pertama tidak setuju, yang sudah ngebet untuk menikah tapi tidak memiliki biaya, sampai yang sudah hamil di luar nikah. Menurut mereka kawin sirri merupakan solusi. Ini tidak jadi soal asalkan dalam penerapannya tidak terjadi kasus nikah sirri yang dikontrakkan( nikah mut’ah ) atau lokalisasi yang berkedok kawin kontrak yang disirrikan. Karena pada kenyataannya banyak orang menyalahgunakan kawin sirri untuk jajan di lokalisasi. Kasus ini banyak terjadi pada Warga Negara Asing ( WNA ) yang kebanyakan berasal dari Timur Tengah. Mereka beranggapan dengan kawin kontrak bisa memanfaatkan jasa PSK tanpa dianggap kumpul kebo. Tapi bukankah ini malah menodai tujuan mulia dari pernikahan.
                       
                        Sebenarnya istilah nikah sirri sendiri bukan berasal dari nabi Muhammad SAW. Karena dalam suatu riwayat nabi Muhammad bersabda “Umumkanlah perkawinan dan pukullah rebana” (HR Ibnu Majah dari Aisyah). Dalam hadits lain menyebutkan “Rayakanlah pernikahan, walau hanya dengan memotong seekor kambing”(HR Bukhori dari Abdurrahman bin Auf). Hal ini dimaksudkan agar tidak timbul fitnah di masyarakat dan pelaku nikah sirri tidak repot ketika harus mendapat pengakuan dari masyarakat bahwa keturunan mereka adalah sah, bukan hasil kumpul kebo.
           
                        Ritual pernikahan yang diperintahkan Allah sebenarnya tidaklah rumit, sederhana dan tidak bertele-tele. Pernikahanpun tidak harus dilakukan di hotel berbintang ataupun di masjid secara besar-besaran, selama beberapa hari bahkan menghabiskan banyak biaya. Di emperan rumah beralas tikar pun akan diterima oleh Allah, asalkan syarat dan rukunnya terpenuhi. Jadi seharusnya nikah sirri tidak perlu terjadi. Dan akhirnya semua kembali kepada pemerintah dan pribadi masing-masing. Bukan karena saat ini dirasa hukum yang diputuskan agama tidak relevan lagi. Yang jelas, seperti apapun putusan pemerintah harus kita pegang. Karena ulil amri selayaknya kita patuhi sejauh dia tidak melenceng dari koridor agama islam. So, semua keputusan ada di tangan anda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar