Pada
hakekatnya manusia adalah makhluk sosial. Makhluk sosial adalah makhluk yang
tidak dapat hidup
secara individual, dalam arti
selalu membutuhkan orang lain. Dalam kesehariannya, ia selalu berbaur dengan sesamanya
untuk menjalin komunikasi.
Berbicara
tentang komunikasi, secara otomatis kita juga berbicara tentang bahasa, baik
melalui pembicaraan, tulisan dan isyarat. Dalam kaitannya soal bahasa Allah
telah menjadikan beraneka ragam bahasa kepada seluruh manusia. Kalau kita
perhatikan model bahasa yang dipakai dalam setiap Negara dari seluruh dunia
jumlahnya tentu tidak terhitung lagi. Seperti yang kita ketahui di Indonesia,
kita mengenal berbagai macam bahasa, ada bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa
Betawi dan lain sebagainya. Tapi pada masyarakat kita dewasa ini banyak orang
Indonesia yang justru lebih tertarik mempelajari bahasa asing khususnya bahasa
Inggris dari pada bahasa sendiri yaitu bahasa Indonesia. Padahal baru-baru ini
diketahui bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua yang digunakan di
Madinah.
Hubungan Indonesia
dengan bangsa Arab memang sudah terjadi sejak beratus-ratus tahun yang lalu. Di
mulai dari masa wali hingga kini sejumlah pedagang Arab pun banyak bertransaksi
di Indonesia. Tidak hanya dalam bidang perdagangan saja hubungan yang terjalin
antara bangsa Indonesia dengan bangsa Arab namun juga dalam hal pendidikan.
Tercatat mahasiswa melayu khususnya dari
Indonesia yang menimba ilmu di negara Arab mencapai sekitar 3900-an mahasiswa,
sedang dari Malaysia sekitar 5000-an mahasiswa. Karena itu, tak heran jika
melihat banyak warga Arab yang pandai berbahasa Indonesia.
Seorang penjaja makanan khas arab seperti kebab, nasi Bukhori atau roti cane yang beroperasi di Jalan Malik Fahd Madinah sering menawarkan jasanya dengan bergaya bahasa Indonesia. "Mau makan...ayo martabak, bakso semua ada," kata pria tersebut tiap kali melihat pembeli yang berwajah melayu. Terkadang para pembeli pun penasaran dengan pria tersebut, darimana dia bisa berbahasa Indonesia. Pedagang berperawakan tinggi itu mengaku bahwa dirinya sering berinteraksi dengan warga negara Indonesia baik dalam musim haji ataupun ketika bertemu di jalan. Memang, cukup banyak mukimin asal Indonesia yang tinggal di Makkah dan Madinah.
Tak hanya soal berdagang, bahasa Indonesia juga digunakan di sejumlah tempat umum seperti masjid, toko-toko suvenir, maupun kawasan komersial lainnya. Hanya melihat wajah melayu, orang-orang akan menggunakan jasa penerjemah. Terutama untuk hal-hal yang sifatnya take and give, seperti transaksi jual beli. Anda cukup menunjuk suatu barang dan para penjual akan otomatis menyebutkan nama dan harganya. Tentu saja dalam bahasa Indonesia.Para pedagang bahkan lebih suka menyapa para peziarah asal Thailand dengan bahasa Indonesia.
"Sama saja. Orang Thailand Selatan adalah orang Melayu sepeti Indonesia, Malaysia dan Singapura atau Brunei," kata seorang pedagang asal Bangladesh.
Di tempat-tempat peziarahan besar, seperti Makam para Syuhada Uhud, di kaki Gunung Uhud dan Makam Baqi' juga terdapat berbagai papan pengumuman dengan berbagai bahasa dunia. Pada kedua makam ini bahasa Indonesia tampak sekali menempati posisi nomer satu, tentu saja setelah bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara. Di gerbang makam Baqi’, terdapat enam papan pengumuman besar tentang adab ziarah kubur. Secara berurutan dari kanan ke kiri papan ini terdiri dari pengumuman berbahasa Arab, Indonesia, Persia, Turki, Urdu dan Inggris.
Sementara di makam para syuhada Uhud, terdapat tambahan dua bahasa lagi, yakni bahasa Perancis dan India. Di pemakaman, hanya ada satu bahasa Melayu yang tentu saja lebih mendekati bahasa Indonesia dibanding bahasa serumpun mana pun. Di pengumuman melalui pengeras suara, papan nama dan informasi publik, bahasa Indonesia lebih digunakan daripada bahasa Melayu mana pun. Jadi, masihkah kita gengsi terhadap bahasa kita sendiri? Seharusnya kita bangga berbahasa Indonesia bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar