Ketika
kita berpuasa, setelah kita meninggalkan kata-kata kotor dan
menyinggung perasaan orang, kita juga meninggalkan kata-kata yang
biasa-biasa. Hanya supaya pembicaraan kita tidak mengambil alih zikir
yang seharusnya kita lakukan di bulan Puasa. Nabi Zakaria as, ketika
diberitahu bahwa ia akan mempunyai anak yang bernama Yahya, merasa
amat bahagia karena dalam usianya yang amat tua, ia belum juga
dikaruniai seorang putra. Zakaria as sering berdoa, "Tuhanku,
sudah rapuh tulang-tulangku, sudah penuh kepalaku dengan uban, tapi
aku tak putus asa berdoa kepada-Mu." (QS. Maryam: 4) Satu saat,
Tuhan menjawab, "Aku akan memberi kepadamu seorang anak."
(QS. Maryam: 7) Zakaria as hampir tidak percaya, "Bagaimana
mungkin aku punya anak, ya Allah. Padahal istriku mandul dan aku pun
sudah tua renta." (QS. Maryam: 8) Lalu Tuhan menjawab, "Hal
itu mudah bagi Allah. Bukankah kamu pun asalnya tiada lalu Aku
ciptakan kamu." (QS. Maryam: 9) Zakaria masih penasaran dan ia
minta kepada Allah, "Apa tandanya, ya Allah?" Tuhan
menjawab, "Tandanya ialah kau harus puasa bicara. Kau tidak
boleh berkata kepada seorang manusia pun selama tiga hari
berturut-turut." (QS. Maryam: 10)
Zakaria as diperintahkan Tuhan untuk mensyukuri nikmat yang diterimanya dengan berpuasa bicara. Itulah juga nasihat kepada seorang suami yang istrinya sedang mengandung; belajarlah puasa bicara. Usahakan sesedikit mungkin berbicara. Insya Allah, jika selama istri kita mengandung, kita berpuasa bicara, maka Allah akan memberikan kepada kita seorang anak seperti Yahya yang cerdas, arif, berhati lembut dan suci, bertakwa kepada Allah swt, dan sangat berkhidmat kepada orang tuanya, tak pernah memaksakan kehendaknya. Itulah ganjaran kepada orang yang puasa bicara.
Puasa bicara adalah puasa tarekat. Hanya dengan puasa bicara, batin kita menjadi lebih tajam untuk mendengarkan isyarat-isyarat gaib, mendengarkan hati nurani. Ketika kita terlalu banyak bicara, kita menjadi tuli. Dalam peristiwa mikraj diceritakan ketika Nabi Muhammad saw isra dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, beliau melihat di pertengahan jalan ada seorang yang mengguntingi lidahnya berulang kali. Malaikat Jibril menjelaskan, "Itulah tukang-tukang ceramah yang suka memberikan nasihat kepada orang banyak tetapi ia tidak mempraktikkan apa yang ia khotbahkan."
Zakaria as diperintahkan Tuhan untuk mensyukuri nikmat yang diterimanya dengan berpuasa bicara. Itulah juga nasihat kepada seorang suami yang istrinya sedang mengandung; belajarlah puasa bicara. Usahakan sesedikit mungkin berbicara. Insya Allah, jika selama istri kita mengandung, kita berpuasa bicara, maka Allah akan memberikan kepada kita seorang anak seperti Yahya yang cerdas, arif, berhati lembut dan suci, bertakwa kepada Allah swt, dan sangat berkhidmat kepada orang tuanya, tak pernah memaksakan kehendaknya. Itulah ganjaran kepada orang yang puasa bicara.
Puasa bicara adalah puasa tarekat. Hanya dengan puasa bicara, batin kita menjadi lebih tajam untuk mendengarkan isyarat-isyarat gaib, mendengarkan hati nurani. Ketika kita terlalu banyak bicara, kita menjadi tuli. Dalam peristiwa mikraj diceritakan ketika Nabi Muhammad saw isra dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, beliau melihat di pertengahan jalan ada seorang yang mengguntingi lidahnya berulang kali. Malaikat Jibril menjelaskan, "Itulah tukang-tukang ceramah yang suka memberikan nasihat kepada orang banyak tetapi ia tidak mempraktikkan apa yang ia khotbahkan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar